Cerol LPPOM MUI Aktif Kembali
Cerol LPPOM MUI Aktif Kembali
24 November 2019
Gambar Via Jambi.Tribunnews
Penjelasan Badan POM RI tentang Isu Nata De Coco
14 Desember 2019

SIARAN PERS

Menteri Koordinator PMK Dorong Badan POM Percepat Izin Produk Obat dan Makanan

Jakarta – Satu bulan setelah resmi dilantik Presiden Joko Widodo, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy melakukan kunjungan kerja ke kantor Badan POM, Jumat (29/11). Kunjungannya ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai tantangan pengawasan Obat dan Makanan yang dihadapi Badan POM, termasuk terkait upaya-upaya percepatan perizinan Obat dan Makanan.

“Izin edar yang dikeluarkan Badan POM merupakan salah satu hal yang dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap produk Obat dan Makanan dalam negeri. Kepercayaan ini pada akhirnya akan berdampak terhadap peningkatan daya saing industri nasional, termasuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), di tengah masuknya produk asing ke pasar dalam negeri,” ujar Menko PMK.

Saat ini setidaknya terdapat 59,2 juta UMKM di Indonesia, termasuk 1,2 juta UMKM Pangan. “Saya mendorong setiap UMKM Indonesia untuk mendapatkan izin edar dari Badan POM. Hal ini akan meningkatkan daya saing produk UMKM di pasaran. Badan POM berperan sangat besar untuk meningkatkan kepercayaan konsumen dan juga kepercayaan diri UMKM,” lanjut Muhadjir Effendy.

Lebih lanjut Menko PMK mengatakan bahwa Badan POM dapat melakukan kerja sama dengan Kementerian Koperasi dan UKM, serta Kementerian Riset dan Teknologi untuk mendorong percepatan pemenuhan standar dalam rangka mendapatkan izin edar produk UMKM. Tak hanya itu, Menko PMK juga meminta Badan POM untuk mempercepat proses perizinan obat generik. Demikian juga untuk obat baru yang telah habis patennya segera dialihkan menjadi obat generik, dalam rangka ketersediaan obat bagi kesehatan masyarakat.

Kepala Badan POM RI, Penny K. Lukito memaparkan bahwa berdasarkan data Badan POM, 54 ribu UMKM telah diintervensi Badan POM dengan diberi penyuluhan dan pendampingan tentang Cara Pembuatan Pangan Olahan yang Baik (CPPOB). “Terdapat 1.139 UMKM Pangan yang telah didampingi dalam CPPOB untuk mendapat Nomor Izin Edar (NIE) dari Badan POM. Sejauh ini, Badan POM telah menerbitkan 3.649 izin edar untuk produk UMKM pangan” paparnya. Di samping itu, Badan POM juga mempunyai program Program Bapak Angkat Jamu memberikan peran kepada Industri Obat Tradisional menjadi “Bapak Angkat” bagi UMKM dengan menyediakan dukungan fasilitas, peningkatan kapasitas UMKM, dan pendampingan untuk pengembangan UMKM.

Kemandirian dan daya saing industri farmasi nasional perlu didukung ketersediaan hasil riset obat dan produk biologi yang dapat dihilirisasi serta memenuhi persyaratan untuk didaftarkan di Badan POM. Karena itu, Badan POM menginisiasi pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Pengembangan dan Pemanfaatan Produk Biologi yang telah diformalkan dengan Keputusan Menko PMK No. 23 tahun 2019. Demikian juga Satgas Percepatan Pengembangan dan Pemanfaatan Fitofarmaka yang telah diformalkan dengan Keputusan Menko PMK No. 22 tahun 2019.

Badan POM mengawal produk biologi seperti vaksin, produk darah, sel punca/stem cell untuk pengobatan degeneratif dan produk bioteknologi antara lain transtuzumab, enoxaparin dari domba dan darbepoetin alfa. Untuk percepatan hilirisasi Menko PMK sebagai Pembina Satgas akan mengoordinir percepatan hilirisasi hasil penelitian produk biologi bersama Menristek dan BPOM untuk memperoleh persetujuan izin edar.

Di samping itu, fungsi pengawasan pre-market Badan POM dalam pemastian khasiat, keamanan dan mutu obat serta vaksin sebelum beredar sudah diakui oleh World Health Organization (WHO). Hal ini terlihat dengan masuknya produk-produk vaksin dan obat Indonesia dalam daftar WHO Prequalification (PQ) List. Salah satu pertimbangan masuknya produk obat dan vaksin dalam list WHO PQ adalah kapasitas yang memenuhi syarat sesuai standar WHO.

Terkait perizinan Obat dan Makanan, Badan POM telah melakukan berbagai upaya dan terobosan, baik secara konvensional maupun digital. “Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik dalam mempercepat time to the market, melalui (1) debirokratisasi dan simplifikasi bisnis proses pelayanan publik, (2) deregulasi peraturan dalam mendukung peningkatan daya saing, serta (3) digitalisasi pelayanan publik antara lain dengan penambahan variasi layanan, pelayanan on site, dan coaching clinic, serta pemanfaatan teknologi informasi dalam sistem pendaftaran (online registration) dan database, dashboard tracking layanan publik.

Badan POM juga melakukan digitalisasi pengawasan Obat dan Makanan melalui penggunaan 2D barcode. “2D barcode ini menjawab tantangan pengawasan yang terus berkembang dengan memanfaatkan teknologi. Melalui gadget di tangan, masyarakat dapat dengan mudah melakukan identifikasi dan otentikasi produk dengan memindai, untuk mengidentifikasi izin edar, cek tanggal kedaluwarsa, nama produsen, jenis produk, komposisi, dan lain-lain. Masyarakat juga dapat menyampaikan infomasi atau pengaduan ke Badan POM menggunakan aplikasi ini agar cepat ditindaklanjuti. Bagi pelaku usaha, sistem ini dapat menghindarkan terjadinya pemalsuan atau diversi. Bagi industri, bisa lebih mudah mengontrol distribusi produknya dan bisa memperoleh informasi segera jika ada pemalsuan,” ungkap Penny K. Lukito.

“Badan POM terus semangat melakukan berbagai terobosan untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat, terutama dalam menghadapi tantangan pengawasan Obat dan Makanan di era digitalisasi.” pungkas Kepala Badan POM.

5 Desember 2019 18:28 WIB

Sumber : BPOM 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *